Wednesday, March 11, 2015

Rumah Reiner De Klerk

Rumah Reiner De Klerk

Kalau kita menengok ke rumah nomor 112 di tengah hiruk-pikuk keramaian lalu lintas Jalan Gajah Mada, rasanya waktu seolah-olah berhenti beberapa abad di situ. Perasaan itu memang tidak meleset jauh. Pilar kuat, dinding dan pintu tebal memang ciri gedung zaman Kompeni. Ketika Reinier de Klerk membangun gedung itu, konon ia sudah menyatakan ingin membangun sebuah gedung abadi.

Reinier de Klerk seorang pedagang besar, membangun rumah itu ketika ia masih menjadi anggota Raad van Indie pada tahun 1760. Ketika ia diangkat menjadi gubernur jenderal, baginya tersedia rumah kediaman resmi Istana Bogor dan 'Rumah Merah' yang dulu terletak di kompleks Duta Merlin sekarang. Tetapi ia paling senang tinggal di rumah Molenvliet (Gajah Mada).** De Klerk meninggal tahun 1780, istrinya lima tahun kemudian.

Lewat lelang (kebiasaan waktu itu), rumah tersebut jatuh ke tangan Johannes Siberg, menantu Gubernur Jenderal Alting, pengganti de Klerk. Siberg sendiri kemudian juga menjadi gubernur jenderal antara tahun 1801-1805.
 

Siberg meninggal di rumah itu pada tanggal 18 Juni 1817 sebagai pensiunan gubernur jenderal. Selanjutnya rumah itu dijual tahun 1818 kepada Lambertus Zegers Veeckens, yang kemudian menjadi presiden Raad van Financien (Dewan Keuangan). Tetapi dua tahun kemudian dijual lagi kepada Leendert Miero, seorang tukang emas Yahudi yang kaya.  Miero adalah seorang Yahudi asal Polandia yang ulet. la datang di Indonesia pada umur 20 tahun sebagai prajurit. Sebagai tentara la sering bertugas jaga di gardu rumah besar mi, yang kemudian dib

Dari Miero rumah itu pindah ke tangan menantunya, notaris Joan Cornells Mayer. Pada tahun 1844 dijual kepada College van der Hervormde Gemeente (Dewan Gereja Jemaat Pembaruan). Waktu itu rumah tersebut banyak mengalami perubahan. Bagian depan ditambah dengan ruang gaya Yunani untuk gereja dan taman kanak-kanak, tetapi kemudian dibongkar lagi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pekarangan belakang dibuat tempat bermain dengan ditanami pohon pisang. Gedungnya sendiri dipakai sebagai rumah piatu.

Dewan Gereja kemudian merasa tempat itu kurang cocok lagi untuk gereja dan rumah piatu, karena dalam waktu selanjutnya makin banyak orang Tionghoa dan Arab membangun rumah di daerah Molenvliet. Akhirnya gedung tersebut dijual kepada Pemermtah Hmdia Belanda pada tahun 1900.

Pemerintah Hindia Belanda membeli gedung itu untuk melindunginya dari penghancuran karena waktu itu kotapraja Batavia juga sedang giat melaksanakan program pengembangan kota.

Pada tahun 1900 rumah tersebut ditempati Departemen Pertambangan, tetapi antara tahun 1900 dan 1925 sangat terlantar. Baru pada tahun 1925 rumah itu digunakan sebagai Landsarchief dan kemudian menjadi Arsip Nasional. Sampai arsip Nasional  mempunyai gedung baru di Ragunan

Setelah sekian kali berpindah tangan tentu saja rumah itu beberapa kali mengalami perubahan. Tapi keadaannya sekarang masih banyak menunjukkan corak aslinya. Sewaktu rumah itu dipakai oleh Departemen Pertambangan, jajaran pilar di belakang diganti dinding modern. Cat merah dan emas yang merupakan ciri khas gedung itu diganti menjadi abu-abu, warna dari gedung-gedung pemerintah waktu itu. Ubin dari Delft (sebuah kota di Belanda) yang menutupi sebagian dinding juga dicopoti. Konon untuk menghiasi Kamar Kompeni di Museum Pusat. Namun sebagian daripadanya masih dapat kita kagumi sampai sekarang. Ubin-ubin itu menunjukkan adegan-adegan dari kisah Kitab Injil. Warnanya tidak biru (Delfisblauw) sebagaimana lazimnya, tetapi agak cokelat keungu-unguan. Sampai akhir abad lalu dikembalikan kewarna aslinya

Di atas pintu belakang yang sudah dibongkar ketika ditempati Departemen Pertambangan ada ukiran yang melambangkan 'Cinta kasih'. Konon ukiran itu sudah berpindah ke Amerika. Ukiran-ukiran gaya barok yang menghias bagian atas pintu itu memang bukan sekedar ukiran, tetapi ada maknanya. Pintu depan yang tampak dari jalan, kalau didekati menggambarkan seorang wanita Eropa dengan satu tangan memegang jangkar dan tangan lain memegang obor. Ukiran itu melambangkan 'pengharapan'. Pintu tengah yang menghubungkan bangsal tengah dengan bangsal belakang menggambarkan 'iman', yaitu ukiran wanita mengacungkan salib. Menurut dugaan, di atas pintu belakang pasti terukir lambang 'Cinta1, sebab menurut kebiasaan 'pengha¬rapan1 dan 'iman1 selalu bertaut dengan 'cinta1. Pintu inilah yang diperkirakan dibongkar oleh Departemen Pertambangan. Selain itu masih ada beberapa pintu lain yang di bagian atasnya berhias ukiran indah.

No comments:

Post a Comment