Digantung Di Depan Balaikota
Di dalam sidang Tambahsia tetap tidak mengakui perbuatannya, sekalipun tuduhan jaksa didukung oleh saksi-saksi dan bukti-bukti yang meyakinkan. Keluarga Oey minta bantuan Mr. B. Bakker, seorang pengacara tenar masa itu. Ia dijanjikan honor yang tinggi di samping hadiah seratus ribu gulden jika berhasil menyelamatkan tertuduh. Betapa pun pandainya Mr. Bakker, ia ternyata tidak bisa membantah bukti-bukti yang diajukan penuntut umum.
Akhirnya hakim ketua menjatuhkan hukuman mati di tiang gantungan kepada Oey Tambah. Mr. Bakker lalu mengajukan naik banding. Setelah perkara itu diteliti sekali lagi oleh Mahkamah Agung, mahkamah membenarkan dan memperkuat keputusan pengadilan sebelumnya. Harapan satu-satunya setelah itu hanya mohon grasi pada gubernur jenderal. Setelah lama menunggu, keluarlah surat ketetapannya: pejabat tertinggi itu menolak permohonan Oey Tambah.
Pada. hari yang ditentukan, Oey Tambah menaiki tiang gantungan dengan tenang dan wajah berseri. Ia berdandan rapi dengan baju Tionghoa dan celana putih. Kedua algojonya, Piun dan Sura, juga dihukum mati bersamanya. Berlainan dengan majikan mereka yang menghadapi maut dengan tenang, kedua pembantu pelaku kejahatan itu harus ditopang. Mereka tidak mampu berdiri akibat tidak makan beberapa hari.
Maka berakhirlah riwayat Oey Tambah yang menggemparkan seluruh lapisan masyarakat Betawi. Sampai lama dia menjadi buah bibir orang. Kisahnya ditulis menjadi buku syair. Ketika menemui ajalnya di tiang gantungan, uimurnya baru 31 tahun.
Akhirnya hakim ketua menjatuhkan hukuman mati di tiang gantungan kepada Oey Tambah. Mr. Bakker lalu mengajukan naik banding. Setelah perkara itu diteliti sekali lagi oleh Mahkamah Agung, mahkamah membenarkan dan memperkuat keputusan pengadilan sebelumnya. Harapan satu-satunya setelah itu hanya mohon grasi pada gubernur jenderal. Setelah lama menunggu, keluarlah surat ketetapannya: pejabat tertinggi itu menolak permohonan Oey Tambah.
Pada. hari yang ditentukan, Oey Tambah menaiki tiang gantungan dengan tenang dan wajah berseri. Ia berdandan rapi dengan baju Tionghoa dan celana putih. Kedua algojonya, Piun dan Sura, juga dihukum mati bersamanya. Berlainan dengan majikan mereka yang menghadapi maut dengan tenang, kedua pembantu pelaku kejahatan itu harus ditopang. Mereka tidak mampu berdiri akibat tidak makan beberapa hari.
Maka berakhirlah riwayat Oey Tambah yang menggemparkan seluruh lapisan masyarakat Betawi. Sampai lama dia menjadi buah bibir orang. Kisahnya ditulis menjadi buku syair. Ketika menemui ajalnya di tiang gantungan, uimurnya baru 31 tahun.
No comments:
Post a Comment