Tampak Depan
Selain dipakai sebagai tempat pertunjukan drama dan opera - baik oleh kelompok-kelompok seniman amatir maupun profesional - Schouwburg di zaman kolonial juga dipakai sebagai tempat pagelaran musik dan wayang orang. Sejak tahun 1921 pertunjukan wayang orang ditampilkan secara rutin empat kali dalam setahun. Mungkin untuk menunjang kesenian lokal, setiap kali melakukan pagelaran, suatu rombongan wayang orang diberi subsidi sebesar 125 gulden. Selain itu mereka juga dibebaskan dari kewajiban membayar sewa tempat dan penerangan (listrik). Dua rombongan wayang orang yang biasa tampil di Schouwburg waktu itu adalah Krido Jatmoko dan Marsoedi Bekso.
Kemegahan Gedung Kesenian mulai runtuh sejak zaman pendudukan Jepang. Untuk beberapa lama waktu itu, gedung tersebut tidak dipakai sebagai tempat pertunjukan kesenian, tapi dijadikan salah satu markas tentara. Satu demi satu perabotannya pun menghilang entah ke mana, termasuk lampu-lampu kristal indah yang dulunya menghiasi teras gedung.
Hampir bersamaan dengan pendirian Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka) oleh pemerintah pendudukan Jepang, pada bulan April 1943 Schouwburg dikembalikan pada fungsi semula sebagai gedung pertunjukan dengan nama Siritsu Gekizyoo.
Kemegahan Gedung Kesenian mulai runtuh sejak zaman pendudukan Jepang. Untuk beberapa lama waktu itu, gedung tersebut tidak dipakai sebagai tempat pertunjukan kesenian, tapi dijadikan salah satu markas tentara. Satu demi satu perabotannya pun menghilang entah ke mana, termasuk lampu-lampu kristal indah yang dulunya menghiasi teras gedung.
Hampir bersamaan dengan pendirian Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka) oleh pemerintah pendudukan Jepang, pada bulan April 1943 Schouwburg dikembalikan pada fungsi semula sebagai gedung pertunjukan dengan nama Siritsu Gekizyoo.
No comments:
Post a Comment