Mayor Tan Eng Goan
Oey Tambah yang masih remaja boleh dikata kejatuhan harta karun sebesar itu tanpa pernah bekerja apa-apa. Rupanya harta tiban itu mengguncangkan jiwa remajanya. Sepeninggal ayahnya ia makin menunjukkan tabiat buruk dan tingkah laku yang tak terpuji. Agaknya dia sama sekali tak berniat untuk melanjutkan usaha perdagangan ayahnya. Apalagi ambisi untuk menjadi pemuka masyarakat, yang menurut pahamnya hanya menjadi budak orang lain.
Salah satu ulah menghamburkan harta ayahnya ialah kebiasaan-nya yang menjadi mitos bagi orang-orang sezamannya. Dia selalu membersihkan diri dengan lembaran uang kertas setelah melakukan hajat besar di Kali Toko Tiga di depan rumahnya. Tak mengherankan bahwa tiap pagi terjadi perkelahian berdarah di antara orang-orang yang memperebutkan lembaran uang kertas di sungai itu.
Pameran atau adu kekayaan itu terjadi lagi pada suatu hari di tempat pelelangan. Seorang Belanda anggota Dewan Hindia akan pulang ke negerinya. Menurut kebiasaan zaman itu, perabotan rumah tangganya dilelang. Para penawar umumnya terdiri dari para sahabat, kenalan atau relasinya. Mereka sengaja menawar lebih tinggi daripada harga sebenarnya, dengan maksud memberi sekedar bekal kepada yang bersangkutan. Pelelangan barang pejabat tinggi itu mendapat perhatian besar dari masyarakat Tionghoa Betawi, terutama para pemukanya.
Dalam lelang itu ditawarkan sebuah meja rias bercermin. Mayor Tan Eng Goan menawarnya f 100, suatu harga yang sudah di atas pasaran. la heran bahwa ada yang berani menawar dua kali lipat. Demi gengsi ia menaikkan tawarannya,menjadi f 300. Ternyata penawar tak terkenal itu berani membayar f 500. Tan jadi penasaran mencari orangnya, tetapi tak bisa menemukan.
Kemudian dilelang sebuah meja tulis kayu berukir indah. Dimulai dengan lima puluh gulden, harga penawaran barang itu terus meningkat sampai dua ribu. Rupanya penawar tersembunyi itu beraksi lagi. Tan Eng Goan merasa panas hati, karena seakan ditantang lagi. la menaikkan penawarannya sampai f 5.000. Tetapi agaknya penawar misterius yang menyampaikan penawarannya secara rahasia pada juru lelang memang mempunyai dana tak terbatas. Tan menyerah ketika harga mencapai sepuluh ribu. Hadirin keheranan akan munculnya penawar misterius itu. Rupanya dia memang sengaja mau menjatuhkan martabat pemimpin masyarakat Tionghoa itu di muka umum.
Dengan geram Tan mencoba mencari keterangan, siapa gerangan pembeli yang menutupi identitasnya itu. Juru lelang tidak bersedia mengungkapkannya. Akhirnya Tan berhasil juga mendapat keterangan bahwa Oey Tambah yang bermain di belakang layar. Pemuka itu makin geram dan dendam, tetapi ia masih berusaha menahan diri. Ia mengingat hubungan baik dengan mediang ayah Tambahsia. Ia tidak mau mengambil tindakan apa pun ketika para rekannya anggota Dewan Tionghoa mendesaknya untuk memberi pelajaran kepada anak muda yang congkak itu. Tan Eng Goan malah mengirim utusan pribadi untuk berusaha membujuk Tambahsia agar mau mengubah sikap dan tingkah lakunya. Dia bahkan menawarkan kedudukan luitenant der Chmezen yang masih lowong sepeninggal ayah Oey. Tambahsia menolak mentah-mentah uluran tangan itu.
Salah satu ulah menghamburkan harta ayahnya ialah kebiasaan-nya yang menjadi mitos bagi orang-orang sezamannya. Dia selalu membersihkan diri dengan lembaran uang kertas setelah melakukan hajat besar di Kali Toko Tiga di depan rumahnya. Tak mengherankan bahwa tiap pagi terjadi perkelahian berdarah di antara orang-orang yang memperebutkan lembaran uang kertas di sungai itu.
Pameran atau adu kekayaan itu terjadi lagi pada suatu hari di tempat pelelangan. Seorang Belanda anggota Dewan Hindia akan pulang ke negerinya. Menurut kebiasaan zaman itu, perabotan rumah tangganya dilelang. Para penawar umumnya terdiri dari para sahabat, kenalan atau relasinya. Mereka sengaja menawar lebih tinggi daripada harga sebenarnya, dengan maksud memberi sekedar bekal kepada yang bersangkutan. Pelelangan barang pejabat tinggi itu mendapat perhatian besar dari masyarakat Tionghoa Betawi, terutama para pemukanya.
Dalam lelang itu ditawarkan sebuah meja rias bercermin. Mayor Tan Eng Goan menawarnya f 100, suatu harga yang sudah di atas pasaran. la heran bahwa ada yang berani menawar dua kali lipat. Demi gengsi ia menaikkan tawarannya,menjadi f 300. Ternyata penawar tak terkenal itu berani membayar f 500. Tan jadi penasaran mencari orangnya, tetapi tak bisa menemukan.
Kemudian dilelang sebuah meja tulis kayu berukir indah. Dimulai dengan lima puluh gulden, harga penawaran barang itu terus meningkat sampai dua ribu. Rupanya penawar tersembunyi itu beraksi lagi. Tan Eng Goan merasa panas hati, karena seakan ditantang lagi. la menaikkan penawarannya sampai f 5.000. Tetapi agaknya penawar misterius yang menyampaikan penawarannya secara rahasia pada juru lelang memang mempunyai dana tak terbatas. Tan menyerah ketika harga mencapai sepuluh ribu. Hadirin keheranan akan munculnya penawar misterius itu. Rupanya dia memang sengaja mau menjatuhkan martabat pemimpin masyarakat Tionghoa itu di muka umum.
Dengan geram Tan mencoba mencari keterangan, siapa gerangan pembeli yang menutupi identitasnya itu. Juru lelang tidak bersedia mengungkapkannya. Akhirnya Tan berhasil juga mendapat keterangan bahwa Oey Tambah yang bermain di belakang layar. Pemuka itu makin geram dan dendam, tetapi ia masih berusaha menahan diri. Ia mengingat hubungan baik dengan mediang ayah Tambahsia. Ia tidak mau mengambil tindakan apa pun ketika para rekannya anggota Dewan Tionghoa mendesaknya untuk memberi pelajaran kepada anak muda yang congkak itu. Tan Eng Goan malah mengirim utusan pribadi untuk berusaha membujuk Tambahsia agar mau mengubah sikap dan tingkah lakunya. Dia bahkan menawarkan kedudukan luitenant der Chmezen yang masih lowong sepeninggal ayah Oey. Tambahsia menolak mentah-mentah uluran tangan itu.
No comments:
Post a Comment