Saturday, March 28, 2015

Menggaet pesinden

Pesinden

Pada suatu hari Tambahsia mendapat undangan dari bupati Pekalongan untuk menghadiri pesta khitanan putranya yang pertama. Seperti diketahui, Raden Ayu Bupati ialah kakak kandung Oey. Ia menerima undangan itu dengan senang hati, lalu berangkat ke Pekalongan bersama beberapa kaki-tangannya. Pemuda kaya itu tak lupa membawa buah tangan cukup untuk tuan rumah, berupa bahan makanan serta minuman untuk perhelatan dan kembang api. Hadiah-hadiah itu dikirim dengan kereta barang khusus mendahului keberangkatannya.

Pesta meriah di Kabupaten Pekalongan makin semarak, karena diramaikan seorang pesindein tenar bernama Mas Ajeng Gunjing. M.A. Gunjing itu sebenarnya putri seorang bekas camat. Konon dia menjadi penyanyi karena pernah sakit berat dan mendekati ajal semasa kecil. Sesuai nasihat para orang tua, ayah dan ibunya melakukan nadar bahwa setelah sembuh kelak, anak itu akan belajar menjadi pesinden. Setelah dewasa Gunjing ternyata berkembang menjadi seorang putri cantik yang pandai menari dan melagukan tembang. Kemerduan suaranya konon tiada tandingannya di daerah Pekalongan.

Si mata keranjang Oey segera tertarik dan jatuh hati kepada pesinden jelita itu. Pelbagai cara ditempuhnya untuk mendekati dan membujuknya. Ternyata ia tak bertepuk sebelah tangan. M.A. Gunjing tidak menolak uluran tangan Tambah, bahkan menyambutnya dengan senang. Sebelum pesta di kabupaten resmi berakhir dan Tambahsia pulang, pesinden rupawan itu sudah diboyong ke Cirebon, kemudian terus dibawa ke Betawi oleh para suruhan Tambah. Setibanya di Betawi ia sementara ditempatkan di pesanggrahan Ancol yang membuat para penghuni lama merasa kurang senang.

Seminggu setibanya di Bintang Mas, gunjing jatuh sakit. Entah karena hawa ancol yang tak sehat atau akibat sikap para penghuni Bintang Mas yang lain. Ketika melihat koleksi terbarunya sakit, Oey Tambah buru-buru memindahkannya ke Tanggerang, ke tanah Pasar Baru miliknya. Tambah mengawasi perawatannya sampai sembuh secara pribadi, sehingga ia lebih banyak berada di Tanggerang daripada di tempat lain.

Bagaimanapun sayangnya Tambahsia terhadap Gunjing, ia tetap tidak meninggalkan segala kebiasaannya yang tak terpuji. Ia tetap memburu gadis, janda maupun istri orang. Para pemuka masyarakat Tionghoa dan anggota Dewan Tionghoa tidak mampu mengambil tindakan penertiban, apalagi masyarakat luas. Dendam  mereka pendam dalam-dalam, dengan keyakinan bahwa suatu  ketika Tambahsia akan ketemu batunya dan mendapat pembalasan sepadan dengan segala perbuatan jahatnya. Sementara itu Tambah sendiri makin takabur. Dia merasa tak ada kekuatan yang memampu mengekangnya.

No comments:

Post a Comment