Penjara Wanita
Gedung yang disebut Militaire Theatre itu lalu dimanfaatkan oleh perkumpulan drama amatir Belanda. Selama masa pemerintahan Inggris mereka dilarang naik pentas. Bersama sebuah perkumpulan lain di bawah pimpinan M. Piolle, mereka mementaskan berbagai drama Inggris, Prancis maupun Jerman, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Perkumpulan drama M. Piolle bersemboyan "Ut desint vires tamen est laudanda voluntad' ("Dengan segala kekurangannya, niat baik tetap merupakan hal terpuji").
Gedung pertunjukan militer itu tentu saja tak tahan lama, karena hanya terbuat dari bambu. Pada tahun 1820 gedung itu mulai reyot dan tampak kusam, sehingga dianggap tak layak lagi untuk terus digunakan. Perkumpulan Ut desint lalu memprakasai pembangunan sebuah gedung kesenian baru yang lebih permanen.
Usul itu ternyata mendapat sambutan baik dari segenap warga Batavia kelas atas, yang haus hiburan. Maklum, selain Societeit de Harmome, waktu itu boleh dibilang tak ada tempat umum lain di mana warga masyarakat bisa bersantai dan menghibur diri. Para pejabat militer maupun sipil juga mendukung usaha ini sepenuhnya. Mereka menyatakan bahwa kebutuhan akan sebuah gedung pertunjukan yang baru sangat mendesak. Para pegawai pemerintah yang sehari-harinya selalu sibuk memikirkan kepentingan negara, mutlak membutuhkan hiburan yang bermutu, sopan dan bisa menjadi bahan obrolan yang segar.
Walaupun demikian, pemerintah tak sanggup membiayai rencana pembangunan itu. Krisis keuangan yang dialami peme¬rintah sejak VOC bubar di akhir abad sebelumnya masih terus berlanjut. Jangankan untuk membuat gedung baru, istana gubernur jenderal di Waterlooplein saja - sekarang menjadi Gedung Departemen Keuangan di Lapangan Banteng - yang sudah mulai dibangun sejak zaman Daendels belum bisa dirampungkan pengerjaannya.
Dari hasil penjualan sebuah gedung tua yang sudah tak dipakai lagi, pemerintah memang menyumbangkan dana sebesar 9 ribu gulden lebih. Tetapi itu masih jauh dari cukup. Untuk -menunjuk kan dukungannya, pemerintah juga memberi izin penggunaan tanah tempat Schouwburg akan dibangun secara cuma-cuma. Di samping itu pemerintah juga masih menyumbangkan tiga buah gedung tua di kota Batavia Lama - sekarang Jakarta Kota - untuk dibongkar dan dimanfaatkan sisa-sisa bahan bangunannya. Gedung-gedung tua yang terletak bersebelahan di Spinhuisgrach itu adalah sebuah rumah sakit Tionghoa, sebuah gedung sekolah dan bekas penjara wanita. Konon, arwah-arwah para tahanan yang mati di penjara itu kemudian banyak yang ikut pindah ke Schouwburg. Mereka sering ikut menikmati pertunjukan-pertunjukan yang dipentaskan.
Untuk menutup seluruh biaya pembangunan yang dibutuhkan, pengurus Ut desint mengajak segenap warga kota untuk menyumbang suka rela. Ajakan ini diumumkan melalui Bataviasche Courant terbitan tanggal 11 Juni 1820. Dana sumbangan yang dihasilkan mencapai 43.600 gulden, suatu jumlah yang sangat besar untuk ukuran masa itu. Dengan uang itu, ditambah sumbangan dari pemerintah, diperkirakan seluruh biaya pemba¬ngunan dapat dipenuhi. Namun seperti biasanya, ongkos pemba¬ngunan ternyata membengkak sampai lebih dari 67 ribu gulden. Pengurus Ut desint terpaksa mencari tambahan biaya dengan meminjam pada berbagai pengusaha dan pejabat pemerintah yang kaya. Baron van der Capellen, gubernur jenderal Hindia Belanda waktu itu, juga memberi pinjaman sebesar 2 ribu gulden dengan bunga 9 persen setahun.
Gedung berukuran 144 x 60 kaki itu (kurang lebih 43 x 18 m) dibangun dengan gaya "Yunani Baru" — perkembangan dari gaya Rokoko — yang sedang menjadi mode kala itu. Perencanaan arsitekturnya dibuat oleh pihak militer, yakni para perwira dari bagian zeni. Pelaksanaan dan pembangunannya dipercayakan pada perusahaan pemborong milik orang Tionghoa bernama Lie Atjie.
Gedung pertunjukan militer itu tentu saja tak tahan lama, karena hanya terbuat dari bambu. Pada tahun 1820 gedung itu mulai reyot dan tampak kusam, sehingga dianggap tak layak lagi untuk terus digunakan. Perkumpulan Ut desint lalu memprakasai pembangunan sebuah gedung kesenian baru yang lebih permanen.
Usul itu ternyata mendapat sambutan baik dari segenap warga Batavia kelas atas, yang haus hiburan. Maklum, selain Societeit de Harmome, waktu itu boleh dibilang tak ada tempat umum lain di mana warga masyarakat bisa bersantai dan menghibur diri. Para pejabat militer maupun sipil juga mendukung usaha ini sepenuhnya. Mereka menyatakan bahwa kebutuhan akan sebuah gedung pertunjukan yang baru sangat mendesak. Para pegawai pemerintah yang sehari-harinya selalu sibuk memikirkan kepentingan negara, mutlak membutuhkan hiburan yang bermutu, sopan dan bisa menjadi bahan obrolan yang segar.
Walaupun demikian, pemerintah tak sanggup membiayai rencana pembangunan itu. Krisis keuangan yang dialami peme¬rintah sejak VOC bubar di akhir abad sebelumnya masih terus berlanjut. Jangankan untuk membuat gedung baru, istana gubernur jenderal di Waterlooplein saja - sekarang menjadi Gedung Departemen Keuangan di Lapangan Banteng - yang sudah mulai dibangun sejak zaman Daendels belum bisa dirampungkan pengerjaannya.
Dari hasil penjualan sebuah gedung tua yang sudah tak dipakai lagi, pemerintah memang menyumbangkan dana sebesar 9 ribu gulden lebih. Tetapi itu masih jauh dari cukup. Untuk -menunjuk kan dukungannya, pemerintah juga memberi izin penggunaan tanah tempat Schouwburg akan dibangun secara cuma-cuma. Di samping itu pemerintah juga masih menyumbangkan tiga buah gedung tua di kota Batavia Lama - sekarang Jakarta Kota - untuk dibongkar dan dimanfaatkan sisa-sisa bahan bangunannya. Gedung-gedung tua yang terletak bersebelahan di Spinhuisgrach itu adalah sebuah rumah sakit Tionghoa, sebuah gedung sekolah dan bekas penjara wanita. Konon, arwah-arwah para tahanan yang mati di penjara itu kemudian banyak yang ikut pindah ke Schouwburg. Mereka sering ikut menikmati pertunjukan-pertunjukan yang dipentaskan.
Untuk menutup seluruh biaya pembangunan yang dibutuhkan, pengurus Ut desint mengajak segenap warga kota untuk menyumbang suka rela. Ajakan ini diumumkan melalui Bataviasche Courant terbitan tanggal 11 Juni 1820. Dana sumbangan yang dihasilkan mencapai 43.600 gulden, suatu jumlah yang sangat besar untuk ukuran masa itu. Dengan uang itu, ditambah sumbangan dari pemerintah, diperkirakan seluruh biaya pemba¬ngunan dapat dipenuhi. Namun seperti biasanya, ongkos pemba¬ngunan ternyata membengkak sampai lebih dari 67 ribu gulden. Pengurus Ut desint terpaksa mencari tambahan biaya dengan meminjam pada berbagai pengusaha dan pejabat pemerintah yang kaya. Baron van der Capellen, gubernur jenderal Hindia Belanda waktu itu, juga memberi pinjaman sebesar 2 ribu gulden dengan bunga 9 persen setahun.
Gedung berukuran 144 x 60 kaki itu (kurang lebih 43 x 18 m) dibangun dengan gaya "Yunani Baru" — perkembangan dari gaya Rokoko — yang sedang menjadi mode kala itu. Perencanaan arsitekturnya dibuat oleh pihak militer, yakni para perwira dari bagian zeni. Pelaksanaan dan pembangunannya dipercayakan pada perusahaan pemborong milik orang Tionghoa bernama Lie Atjie.
No comments:
Post a Comment